Monday 25 June 2012

Conquer Theory #27

untuk mengetahui letak, rupa, dan kedalaman lubang ga harus dengan memasuki lubang, cukup dengan memahami penjelasan seseorang yang mengetahui letak, rupa, dan kedalaman lubang tersebut

Conquer Theory #27

Daily Record #1

insiden usai sarapan.

hari ini aku baru saja mengalami musibah. aku kehilangan dompetku. berkecamuk rasanya, pengen galau enggaa, pengen marah enggaa, pengen ketawa juga engga. haah

kejadian itu terjadi ketika aku sarapan sebelum ujian UAS. aku memang setiap hari sarapan disana, dan so far ga ada insiden pencurian walaupun si pemilik teledor. namun prasangkaku yang seperti itu berubah setelah aku mengalami kehilangan yang seperti sekarang ini.
kejadian itu terjadi sehabis makan, dimana aku akan mengambil dompet yang masih di motor dekat meja makanku. ketika kulihat kantung motor (sayap dalam Honda mio), satu yang aku pikirkan, "ah, mungkin di meja.." namun perasaanku berkata lain. ada sesuatu yang tidak benar dan tidak seharusnya terjadi. seraya berpikir keras tersebut aku melirik meja makanku yang hanya tersisa piring kotor, gelas, teko, dan koran hari kemarin. logikaku masih berseteru dengan intuisi yang mengatakan dompetku telah hilang. aku dengan tenang berjalan kearah motor, dan benar saja; intuisiku mengalahkan logikaku. hilang. dompetku dan seisinya hilang. panik? tentu, tapi aku tidak bertingkah panik. setelah menilik reka kejadian saat itu ke belakang, memang ada perasaan yang ganjil. banyak gelagat yang mencurigakan dari beberapa orang; tukang parkir, orang yang makan disebelahku, dan ruko laundry sebelah tempatku makan. tapi aku tetap tenang dan berpikir positif ketika makan, dan melanjutkan  makanku sampai usai. setelah aku menghabiskan sarapanku, aku berjalan ke motor, dan hingga akhirnya aku berdiri disana yang memikirkan reka ulang kejadian tersebut. "sudahlah, memang ini salahku. mungkin ada yang lebih membutuhkan dompet itu. mungkin jika aku ikhlas, Allah akan mengganti yang lebih baik", pikirku. aku pun terpaksa berhutang kepada bapak penjual sarapan--bapak ini sangat kupercaya, dan sepertinya tidak mungkin jika bapak ini yang mencuri--dan pulang ke kos dengan perasaan yang masih sama saat aku menuliskan kisah ini.

"haah?! hilang? kok bisa??", ujar bang Kharisma. terpaksa aku memaparkan kejadian yang sebenarnya sampai saat aku tiba ke kos. bang Kharis (panggilannya) menasehatiku seperti layaknya abang yang diidam-idamkan semua anak laki-laki. dia tegas, namun tidak menyalahkan apalagi marah. diantara nasehatnya dia bercerita pengalamannya sedikit. "temen abang juga pernah kehilangan dulu disini dann, makanya hati-hati dengan orang medan, apalagi tukang parkir, tukang becak, dan supir angkot. kalo abang, udah abang hantam itu tukang parkir--pada saat kehilangan memang tukang parkirlah satu-satunya tersangka yang cocok untuk aku utarakan, semoga aku tidak menjadi su'uzhan karenanya--memang kurang ajar itu, apa mau kita kesana? biar kita hajar!! ngga bisa dibiarin orang kayak gitu dann, mesti dikasi pelajaran! apa perlu kita kesana?" ujar bang Kharis yang nada bicaranya semakin meninggi. "ngga usah bang, ini memang salahku kok. mungkin sudah semestinya kayak gini, mungkin ada kesalahan yang kulakukan jauh sebelum ini, sehingga berdampak seperti ini." ujarku. namun bang Kharis tetap bersikeras mengajakku kesana, tapi aku melarang. toh sebenarnya bukan si pencuri yang salah, tapi aku. karena aku sengaja meninggalkan dompetku di motor dekat meja makanku. mungkin benar penggalan kalimat yang diutarakan sebuah berita di media televisi; "kejahatan bukan terjadi karena niat si pelaku, tapi karena ada kesempatan." jadi aku hanya berusaha berpikir positif sejak insiden tersebut.

ATM-ku sudah kublokir, dan aku berniat melaporkan hal ini ke kepolisian terdekat esok harinya--ketika kutelpon ayah, dia berkata bahwa kantor polisi mau menerima laporan kehilangan cuma sampai sekitar jam 2 siang--agar bisa cepat dibuatkan kartu ATM yang baru.
haah, aku masih kepikiran isi dompetku. bukan uang yang kupermasalahkan (lagipula uang tersisa di dompet hanya 13.000 rupiah), tapi semua kartu dan kertas penting. sebuah kartu ATM, SIM A, SIM C, STNK motor yang belum genap satu bulan kumiliki, serta kartu makan Griya (kartu makan layang yang memiliki kotak angka 1 hingga 60, setiap kali makan akan dicoret satu kotak angka). "haah, makan apa lah ya aku besok?" pikirku.
untuk makan sampai akhir bulan, biaya bensin, dan biaya melapor polisi nanti--masih aja KKN, emang polisi dimana-mana sama aja.--semoga bisa meminjam sama abang kos. untuk membuat ulang KTP bisa kuserahkan fotokopi KTP, untuk membuat ulang SIM sepertinya aku harus tes lagi (hahahaha cape deh), nah yang untuk STNK ini aku bingung. sudah ngurusnya berbelit-belit, belum ada fotokopi STNK, biayanya mahal, dan bukan seperti jakarta yang kantor polisi disana aku sering mengurus berkas-berkas kendaraan keluarga. tapi ada satu lagi kendala yang lebih besar: aku malas sekali berurusan dengan yang berbelit-belit dengan UUD (ujung-ujungnya duit).

sekarang aku mendinginkan pikiranku yang esok akan digunakan kembali ketika lanjutan UAS. sesungguhnya semua yang terjadi merupakan rencanaNya, dan insyaAllah kehilangan kali ini apabila aku bisa menjalaninya dengan ikhlas dan tabah, akan diganti dengan yang lebih baik. amin.

sekarang aku belajar satu hal mengenai kehilangan, semoga insiden seperti ini tidak terjadi kepada anda yang membaca. waspadalah kepada siapapun, termasuk kekhilafan pada diri anda.

Sunday 10 June 2012

Conquer Theory #26

mana yang lebih sulit antara menulis kenyataan, membaca kenyataan, dan mengenang kenyataan?

Conquer Theory #26

Awkward Share #6, manusia dalam tulisan

mm apa ya quotation yang tepat mengawali awkward share kali ini? mungkin ini:
jika menulis diibaratkan sebuah pena, maka membaca adalah hapusannya.

gua sudah sering membaca tulisan yang menginspirasi gua untuk terus menulis, baik tulisan yang gua baca itu dalam bentuk buku, leaflet, atau sekedar postingan melalui media internet. gua merasakan betul perbedaan antara penulis yang memang menuliskan isi pikirannya dengan hati, dan mana yang dengan isi pemikiran yang berhati-hati.
salah satu buku yang gua baca (sepertinya sejenis novel tak berurut), bahkan penulisnya sendiri bingung harus diklasifikasikan ke jenis apa tulisan yang dia buat. si penulis mengatakan bahwa buku buatannya racau. tapi menurut gua racau pengklasifikasian sebuah tulisan tidak akan membuat isi dalamnya ikut meracau. haah, hanya beberapa kali saja gua takjub melihat tulisan seseorang. yang ada di kepala gua cuma, "bagaimana mungkin orang ini memikirkan hal seperti ini sementara yang lain sibuk dengan kesibukannya yang normal?"
beberapa postingan yang gua baca lewat internet juga sama halnya. pemikiran spesifik yang berbeda dari si penulis menghasilkan tulisan yang membuat pembaca juga merasakan sesuatu yang berbeda dari tulisan tersebut.
mereka dapat menuliskan permohonan masa depan, menuliskan fiksi yang nyata (atau mesti gua sebut kenyataan yang fiktif?), bahkan menuliskan 1001 pandangan yang mungkin dari sebuah pandangan dengan pemaparan yang tidak hanya berdasarkan fakta, namun juga menggunakan suatu hal yang 'spesial' yang tidak semua manusia memilikinya (gua sulit menjelaskannya).
betapa hebatnya orang-orang yang seperti ini buat gua, orang-orang spesial yang dikaruniai pemikiran yang spesial dengan bakat menulis bersamanya (terutama dalam menulis karya orisinilnya). bahkan gua pun sepertinya tidak akan bisa seperti orang-orang yang no profile seperti mereka.

semoga suatu saat gua bisa menjadi salah satu penulis sehebat mereka. amin.

Saturday 2 June 2012

Conquer Theory #25


awan akan terus berarak, walaupun ia belum selesai menangis.

Conquer Theory #25

Awkward Share #5, hakikat hidup






seindah apapun gambar sebuah sketsa, lebih indah sketsa yang memiliki warna.
pernah ga sih lo secara ekstrim berubah 180ยบ dari kebiasaanlo?
pernah ga sih dirilo bertanya, banyak bertanya, tentang segala hal yang mungkin menurut orang lain itu tidaklah penting.
pernah ga sih lo menyangkal semua fakta, keharusan, dan doktrin yang entah mengapa kita mesti dapatkan dan kenapa mesti patuh?


hahahaha mungkin ini yang dimaksud masa muda adalah masa mencari jati diri. berada jauh dari ayah dan ibu buat gua belajar satu hal yang penting, yaitu hakikat kehidupan. di kesendirian yang seperti ini banyak hal yang gua pertanyakan mengenai keadaan gua sekarang. mengapa harus belajar, kemudian bekerja, berkeluarga, dan mati. mengapa harus berjalan di atas tanah yang bukan milik kita, dan terus diterbangkan keangkuhan, dijatuhkan rasa kecil hati. mengapa semua tampak tidak biasa, dan ingin keluar.
gua merasa menjadi seorang tokoh utama dalam sebuah komik, komik yang standar, komik yang bahkan gua sebagai tokoh utama enggan buat ngebacanya. gua seperti menolak diri gua sendiri, bertanya tentang segala hal dengan pertanyaan ambigu, dan menjawab segala sesuatu dengan jawaban yang mengesampingkan realita.
entah kenapa gua senang melihat sesuatu yang orang bilang 'sudah semestinya' yang biasa diacuhkan orang lain. gua tersenyum melihat kucing yang menjilati tubuhnya dengan tenang, gua tersenyum melihat daun pohon sukun yang gugur dan sesekali mengenai pundak gua. gua tersenyum melihat awan apapun keadaannya, gua tersenyum tukang becak tidur di becaknya dengan tenang, gua tersenyum ketika orang berbuat salah kepada gua, dan gua malah menyalahkan diri sendiri. tapi satu hal, kenapa gua sulit tersenyum untuk membanggakan diri sendiri? semuanya terasa sulit untuk gua terima. semua hal yang gua punya ternyata bukanlah punya gua. semua dari orang lain, dan dari lingkungan yang selalu melingkupi gua.

gua sesekali berpikir, mungkin dia bisa saja menjadi gua, dan gua menjadi dia. hal besar yang membuat semuanya berbeda adalah bantuan orang lain dan lingkungan yang melingkupi salah satu diantara kami. dan akhirnya salah satu simpulan kecil bisa gua ambil, 'buat apa menjadi spesial seperti orang lain? sedangkan lo ga bisa menemukan hal yang spesial dari dalam dirilo sendiri?'. gua berpikir meneladani seorang sosok bukanlah harus menjadi seperti dia, melainkan harus lebih baik dari dia, walaupun mustahil.

gua sesekali berpikir, apa sebenarnya tujuan yang paling tepat ketika lo melaksanakan sesuatu yang normal? sebenarnya untuk apa jauh-jauh mencari ilmu? sebenarnya untuk apa bersusah payah bekerja? untuk apa berbuat baik dengan terpaksa, untuk apa berbuat jahat dengan terpaksa? apakah ada sesuatu yang terlewat di sebuah keharusan yang mutlak dalam diri? apakah ada yang tertinggal dan hilang pada orang-orang ini? apakah mereka menyerah untuk menjawab pertanyaan ketika pemikiran mereka semasa dengan pemikiran gua? dan yang bisa gua simpulkan, 'jika dirilo diibaratkan sesuatu, mungkin hanya berupa sebuah sketsa, yang mana sketsa itu menjelaskan hal yang sangat banyak dan kompleks samalo, tapi sketsa itu ga begitu bermakna buat orang lain. dan warna yang kita isi disetiap detailnya akan terus menerus penuh hujatan orang lain, dan menghapus warna esensi sketsa dengan warna yang diinginkan orang lain.'


tulisan gua diatas mungkin ga begitu penting dan sulit dimengerti. hahaha
gua cuma ingin, suatu saat nanti ketika gua kembali membaca ini, gua berharap bisa menjawab pertanyaan itu dengan benar, dan menjelaskan hakikat hidup bukan dalam bentuk pertanyaan, melainkan dalam bentuk jawaban pasti.